Tip:
Highlight text to annotate it
X
[penonton bersorak dan bertepuk tangan]
[penonton tertawa]
[penonton bersorak dan bertepuk tangan]
[penonton tertawa]
[penonton tertawa]
[penonton tertawa]
[penonton bersorak & bertepuk tangan]
[penonton tertawa]
[penonton tertawa]
Terima kasih
[penonton bertepuk tangan]
Selamat siang penonton.. [siang]
Apa anda bahagia hari ini? [yesss..]
Saya juga. [penonton tertawa]
Orang Jepang kenal dengan istilah Konagata
Konagata itu, laki-laki yang memerankan wanita di seni pertunjukan Kabuki
Ada juga Takarasuka, yang semua pemainnya wanita.
Kalau Konagata pemainnya semua laki-laki.
Di Indonesia ini, sebenarnya seni "cross-gender".
Banyak sekali, ada di beberapa daerah. Di Jawa Tengah, di Jawa Timur,
Ludruk pasti saudara-saudara tau.
Kemudian di Bali, ada Arjen Wani. Wani itu laki-laki, Arjen itu nama kesenian.
Semua pemainnya laki-laki.
Mungkin kalau kita melewati pulau Jawa, kita ke Sumatra, disana ada seni Landai.
Landai itu dulunya pemainnya juga laki-laki yang memerankan wanita.
Kemudian di Sulawesi, mungkin sudah banyak yang membaca tentang Pendeta Bissu.
Dengan 2 "s" ya, "Bissu" B I S S U
Saya pernah berkunjung ke salah satu pendeta Bissu di Sulawesi.
Beliau wanita satu-satunya Bissu wanita yang sakti, bernama Ma' Temi.
Dan saya diterima sekali di komunitas Bissu-Bissu di Sulawesi.
Saya dibesarkan dari keluarga yang sederhana, saya lahir di kota Tumanggung.
Dan saya mulai dari kecil selalu mengalami minoritas.
Karena, satu ayah saya Cina, ibu saya Jawa.
Jadi mungkin kalau yang belum pernah baca biografi saya.
Orang-orang tidak tau kalau saya sebetulnya ada keturunan Cina.
Tapi saya Cina yang budaya Indonesia, khususnya Jawa, Bali, Sunda dan sebagainya.
Kemudian saya mengalami diskriminasi juga, karena laki-kali memerankan wanita.
Di era-era sekarang atau pada waktu saya memulai tahun 74.
Tradisi ini sudah dikatakan hampir tidak dikenal di masyarakat luas.
Jadi orang melihat kalau saya menari, kesannya seperti..
"Eh.. Bencong" Katanya begitu
Padahal saya masih utuh.
[penonton tertawa & bertepuk tangan]
Maksudnya saya masih butuh operasi, begitu ya.
Saya memang dilahirkan sebagai laki-laki lengkap dengan segala baret nya.
[penonton tertawa]
Mempunyai pedang panjang.. Kira-kira begitu.
Tapi karena tradisi saya menekuni dunia wanita sebagai penari silang genital.
Sehingga saya tampil terkadang feminin.
Dan saya senang dengan sesuatu yang berbau komedi. Karena memang kita itu..
Kalau kita bisa melihat bahwa kehidupan ini lucu kadang-kadang.
Mungkin tidak bisa saya cerita panjang lebar, kalau kita lihat situasi politik di Indonesia pun,
lucu kan! Banyak acting-acting, banyak aktor-aktor. Termasuk saya.
Tapi says acting mencari duit untuk sesuap nasi.
Kalau yang lainnya.. saya tidak tau..
[penonton tertawa]
Jadi.. Maaf saya jadi terpaksa cerita bahwa saya mengalami diskriminasi dari kecil.
Keturunan Cina, Kristen, kayak banci..
Jadi waktu saya kuliah tahun 74 di ASTI, saya tidak dianggap
sebagai seseorang yang akan menjadi sesuatu.
Tapi justru dari kekurangan saya ini..
[penonton bertepuk tangan]
Saya bisa tetap berhasil dan bisa berada di tengah-tengah saudara.
Semua itu karena saya yakin, saya selalu meyakini bahasa kasih
Bahwa di dalam kasih, apalagi kasih Tuhan. Kita tidak ada perbedaan.
Karena di mata Tuhan semuanya sama.
Kalau kita bicara dengan kasih, maka genital (gender) kemudian tidak penting.
Agama tidak penting, kamu bangsa apa tidak penting, suku apa tidak penting.
Karena di mata Tuhan, semuanya sama. Satu. Betul saudara?
[betul..]
Saya korban lho
[penonton tertawa]
Mohon maaf, sebenarnya saya karena emosional sekali kalau bicara tentang pengalaman saya,
mungkin 3 hari 3 malam tidak akan selesai.
[penonton tertawa]
Tapi ini yang bisa saya bagikan..
Bahwa manusia menganggap "itu mustahil", tetapi di hadapan Tuhan tidak ada satu pun yang mustahil.
Waktu saya mengalami dan mengawali karir saya, banyak tekanan-tekanan,
banyak sindiran, banyak cemoohan dari masyarakat.
Tetapi saya terus tekun, sampai saya akhirnya berhasil mendalami seni silang-genital (cross-gender),
saya bisa bertemu dan berkolaborasi dengan banyak sekali seniman silang-genital
di seluruh dunia ini.
Dari Jepang, dari India, dari Cina. Itu membuat saya semakin yakin bahwa saya tidak sendiri.
Dan banyak sekali yang menekuni dunia seni silang-genital.
Dan itu sebenarnya seni yang tidak gampang. Kalau laki-laki menari laki-laki.
Itu sudah takdirnya, dari sananya.
Tapi kalau laki-laki harus membawakan peran wanita. Kita banyak teknik-teknik yang harus kita dalami.
Saya bisa mengutip berita tentang ??? Putri jaya.
Ada seorang pelaku teater dari Eropa, dia mengatakan bahwa..
"laki-laki di panggung, bisa memerankan wanita melebihi wanita itu sendiri".
Karena kalau wanita sebagai kodratnya wanita, dia berperan sebagai peran wanita
tidak harus berpikir.
Segala gerak geriknya sudah sebagai wanita.
Tetapi pada waktu laki-laki harus memerankan wanita, kita belajar.
Nah belajar itu justru akan lebih teliti.
Wanita bagaimana harus duduk, bagaimana harus berjalan, bagaimana wanita yang halus,
yang lembut, yang ningrat ???.
Bagaimana wanita yang kebanyakan, biasa yang jalannya begini misalkan.
[penonton tertawa]
Itu karakter ya, jadi itu harus belajar.
Tidak mungkin *** wanita.. kemudian, memang ada wanita tomboi ya.
Tetapi kalau, kemudian wanita genit dan sebagainya, itu semuanya memang yang sebenarnya.
Yang tidak gampang dipelajarai oleh seorang laki-laki.
Nah, itulah kurang lebih yang bisa saya bagikan.
Kalau boleh saya mau membawakan sebuah lagu.
Saya juga kadang-kadang menyanyi.
[penonton tertawa]
Untuk mencari sesuap nasi.
[penonton tertawa]
[Ajarilah kami, bahasa cintamu]
[Agar kami dekat, padamu ya.. Oh Tuhan ku]
[Ajarilah kami, bahasa cintamu]
[Agar kami dekat padamu]
[penonton bertepuk tangan]